" Pengenalan Organisme Bentos Sebagai Indikator Pelestarian Sumber Mata Air Dengan Menjaga Daerah Aliran Sungai ( DAS ) "


.


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
                Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Pengelolaan wilayah pesisir mencakup tidak saja mencakup wilayah laut dan daratan sekitar pantai, tetapi juga harus memperhatikan daerah aliran sungai sebagai masukan materi baik berupa aliran air tawar, sedimen, dan berbagai limbah dari berbagai akitivitas di sekitar DAS yang akhirnya masuk ke lingkungan laut. Sungai sangat penting dalam pengelolaan wilayah pesisir, karena fungsi-fungsinya untuk transportasi, sumber air bagi masyarakat, perikanan, pemeliharaan hidrologi, rawa dan lahan basah.
            Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan. Makhluk hidup di muka bumi ini tak dapat terlepas dari kebutuhan akan air. Air merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi, sehingga tidak ada kehidupan seandainya di bumi tidak ada air. Namun demikian, air dapat menjadi malapetaka bilamana tidak tersedia dalam kondisi yang benar, baik kualitas maupun kuantitasnya. Air yang relatif bersih sangat didambakan oleh manusia, baik untuk keperluan hidup sehari-hari, untuk keperluan industri, untuk kebersihan sanitasi kota, maupun untuk keperluan pertanian dan lain sebagainya.
Kajian global kondisi air di dunia yang disampaikan pada World Water Forum II di denhaag tahun 2000, memproyeksikan bahwa tahun 2025 akan terjadi krisis air di beberapa negara. Meskipun Indonesia termasuk 10 negara kaya air namun krisis air diperkirakan akan terjadi juga, sebagai akibat dari kesalahan pengelolaan air.
Ekosistem air yang terdapat di daratan (inland water) secara umum dapat dibagi menjadi 2 yaitu perairan lentik (lentik water), atau juga disebut sebagai periran tenang, misalnya danau, rawa, waduk, situ, telaga dan sebagainya, dan periran lotik (lotic water), disebut juga sebagai periran yang berarus deras, misalnya sungai, kali, kanal, perit dan sebagainya. Aktivitas manusia baik secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan perubahan kualitas lingkungan. Kondisi organisme akuatik sangat ditentukan oleh kualitas periran tempat hidupnya. Bentos sebagai biota dasar periran yang relatif tidak mudah bermigrasi merupakan kelompok biota yang paling menderita akibat pencemaran perairan (Barus,2005).
Odum (1994), menjelasakan bahwa komponen biotik dapat memberikan gambaran mengenai kodisi fisik, kimia, dan biologi suatu periran. Salah satu biota yang dapat digunakan sebagai parameter biologi dalam menentukan kondisi suatu perairan adalah makrobentos. Makrobentos digunakan sebagai bioindikator disuatu periran karena habitatnya yang relatif tetap.
Bentos adalah organisme air yang mendiami dasar perairan dan tinggal di dalam atau pada sedimen dasar periran yang berperan penting dalam proses dekomposisi dan  ineralisasi material organik yang memasuki periran (Cole, 1983). Berdasarkan sifat hidupnya bentos dibedakan antara Fitobentos yaitu organisme bentos yang bersifat tumbuhan dan zoobentos yaitu organisme bentos yang bersifat hewan (Barsu, 2004). 
Maka dari itu air sangat baku dimana dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2005 Tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum pasal 1 ayat 1 dan 2 yaitu “Air baku untuk air minum rumah tangga, yang selanjutnya disebut air baku adalah air yang dapat berasal dari sumber air permukaan, cekungan air tanah dan/atau air hujan yang memenuhi baku mutu tertentu sebagai air baku untuk air minum.”  “Air minum adalah air minum rumah tangga yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.”
            Berdasarkan latar belakang tersebut pula, penulis tertarik untuk mengangkat karya tulis dengan judul Bentos Development Training : Upaya
Mendukung Pemerintah dalam Konservasi Sumberdaya Air di Daerah Aliran Sungai dengan Pemberdayaan Dokter Air di Indonesia . Upaya ini kiranya mampu membantu menyelesaikan permasalahan pengelolaan perairan khususnya di daerah aliran sungai ( DAS ) di Indonesia dengan memberdayakan masyarakat menjadi Dokter Air di Indonesia yaitu salah satu cara yang sederhana, dengan mensinergikan pengetahuan tentang pengaruh bentos sebagai bioindikator pada perairan.

1.2 Tujuan Penulisan
            Secara umum program karya tulis ini dibuat yaitu :
·         Untuk mengetahui cara pengelolaan sungai melalui self purification dan pengenalan tentang bentos sebagai bioindikator disuatu perairan khususnya di daerah aliran sungai ( DAS ).
·         Untuk mengetahui dasar teori dalam membuat model kualitas perairan yang dapat dimanfaatkan untuk simulasi memprediksi perubahan kualitas air sebelum terjadinya pencemaran.
·         Mampu memberikan solusi tentang konservasi sumberdaya air khususnya di daerah aliran sungai ( DAS ).

1.3 Manfaat Penulisan
            Manfaat yang dapat diperoleh dari karya ilmiah ini adalah :
  1. Bagi pemerintah, upaya mendukung tentang penyediaan mendukung keberlanjutan sumberdaya air di Indonesia.
  2. Bagi masyarakat, sebagai bahan informasi tentang bagaimana mengenal tentang bentos sebagai bioindikator pada suatu perairan dan juga membantu masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya air bagi kehidupan.
  3. Bagi mahasiswa, sebagai bahan kajian lebih lanjut dalam pengelolaan sumberdaya air dan memaksimalkan fungsi mahasiswa sebagai agent of change dengan melakukan respon intelektual dalam bentuk karya tulis yang bertujuan memberikan kontribusi untuk perubahan yang lebih baik pada masyarakat.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Daerah Aliran Sungai ( DAS )
            Secara umum Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai hamparan wilayah/kawasan yang dibatasi oleh topografi (punggung bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada satu titik/outlet ( Marwah, 2000) . Menurut UU RI no. 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air disebutkan bahwa Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
            DAS merupakan suatu ekosistem, dimana unsur organisme dan lingkungan biofisik serta unsur kimia berinteraksi secara dinamis dan di dalamnya terdapat keseimbangan inflow dan outflow dari material dan energi (Marwah, 2000). Ekosistem DAS merupakan suatu satuan wilayah pembangunan yang perlu ditata agar pemanfaatannya dapat digunakan untuk berbagai kepentingan. Kegiatan di bidang pertanian, kehutanan, perkebunan, perikanan, peternakan, industri, pertambangan, pariwisata dan pemukiman membutuhkan air, lahan dan mineral yang berada dalam suatu wilayah DAS (Bappedal, 2002).

2.2  Pencemaran Badan Air Pada Daerah Aliran Sungai
            Kegoncangan dan keseimbangan lingkungan hidup sangat dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang berhasil diwujudkan akal dan otak manusia dan adanya ledakan penduduk. Temuan teknologi, di satu sisi akan menguntungkan manusia karena lebih efisien dalam pemanfaatan waktu dan biaya operasional, tetapi di sisi lain menyebabkan pemanfaatan sumberdaya alam melampaui daya pulih alami sumberdaya alam sehingga menimbulkan ketidakstabilan kualitas lingkungan (Salim dalam Nurmayanti, 2002).
            Penyebab pencemaran air berdasarkan sumbernya secara umum dapat dikategorikan sebagai sumber kontaminan langsung dan tidak langsung. Sumber langsung meliputi efluen yang keluar dari industri, TPA (Tempat Pembuangan Akhir Sampah), dan sebagainya. Sumber tidak langsung yaitu kontaminan yang memasuki badan air dari tanah, air tanah, atau atmosfer berupa hujan. Tanah dan air tanah mengandung mengandung sisa dari aktivitas pertanian seperti pupuk dan pestisida. Kontaminan dari atmosfer juga berasal dari aktivitas manusia yaitu pencemaran udara yang menghasilkan hujan asam. 1) Penyebab pencemaran air dapat juga digolongkan berdasarkan aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, yaitu limbah yang berasal dari industri, rumah tangga, dan pertanian (Suriawiria, 1996).
            Kualitas air sungai menurut Alaerts dan Santika (1987) sangat tergantung pada komponen penyusunnya dan banyak dipengaruhi oleh masukan komponen yang berasal dari pemukiman. Perairan yang melintasi daerah pemukiman dapat menerima masukan bahan organik yang berasal dari aktivitas penduduk. Dengan demikian ekosistem sungai keberadaannya terkait integral dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik disekitarnya.
            Menurut Riyadi (1984) parameter-parameter yang digunakan untuk mengukur kualitas air meliputi sifat fisik, kimia, dan biologis. Parameter-parameter tersebut adalah :
1. Sifat fisik
Parameter fisik air yang sangat menentukan kualitas air adalah kekeruhan (turbiditas), suhu, warna, bau, rasa, jumlah padatan tersuspensi, padatan terlarut dan daya hantar listrik (DHL).
2. Sifat kimia
Sifat kimia yang dapat dijadikan indikator yang menentukan kualitas air adalah pH, konsentrasi dari zat-zat kalium, magnesium, mangan, besi, sulfida, sulfat, amoniak, nitrit, nitrat, posphat, oksigen terlarut, BOD, COD, minyak, lemak serta logam berat.
3. Sifat biologis
Organisme dalam suatu perairan dapat dijadikan indikator pencemaran suatu lingkungan perairan, misalnya bakteri, ganggang, benthos, plankton, dan ikan tertentu.
      Banyak limbah-limbah yang ditemukan di daerah aliran sungai adalah limbah-limbah yang berasal dari limbah rumah tangga, seperti limbah cair. Limbah ini sangat merugikan bagi perairan khususnya di daerah aliran sungai.
            Menurut Sumarno (2002) komposisi limbah cair rumah tangga rata-rata
mengandung bahan organik dan senyawa mineral yang berasal dari sisa makanan, urin dan sabun. Sebagian limbah berbentuk bahan tersuspensi, lainnya dalam bentuk terlarut. Karakteristik fisik dan kimia limbah rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik Limbah Cair Rumah Tangga
Cemaran
Konsentrasi (mg/l)
Kisaran
Rata-rata
Padatan:
terlarut
tersuspensi
250-850
100-350
500
220
Minyak dan Lemak
50-150
100
BOD
110-400
220
COD
250-1000
500
TOC
80-290
160
Nitrogen :
Organik
NH3

8-35
12-50

15
25
Phospor
Organik
Anorganik

1-5
3-10

3
5
Klorida
30-100
50
Alkalinitas
50-200
100
Sumber : Sumarno (2002)
           
2.3 Pengertian Bentos
            Bentos adalah organisme air yang mendiami dasar perairan dan tinggal di dalam atau pada sedimen dasar periran yang berperan penting dalam proses dekomposisi dan  ineralisasi material organik yang memasuki periran (Cole, 1983). Berdasarkan sifat hidupnya bentos dibedakan antara Fitobentos yaitu organisme bentos yang bersifat tumbuhan dan zoobentos yaitu organisme bentos yang bersifat hewan (Barus, 2004). 
            Berdasarkan letakanya bentos dapat dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu infauna dan epifauna. Infauna adalah bentos yang hidupnya terpendam didalam substrat perairan dengan cara menggali lubang, sebagian hidup tersebut sesil dan tinggal di suatu tempat. Epifauna adalah bentos yang hidup di permukaan dasar perairan yang bergerak dengan lambat diatas permukaan dari sedimen yang lunak atau menempel dengan kuat pada substrat padat yang terdapat pada substrat dasar perairan ( Barnes and Mann, 1994 ).
            Bentos sering digunakan untuk menduga ketidak keseimbangan lingkungan fisik, kimia dan biologi suatu periaran. Perairan yang tercemar akan mempengaruhi kelangsungan hidup organisme suatu perairan, diantaranya adalah makrozoobentos, karena makrozoobentos merupakan organism air yang mudah terpengaruh oleh adanya bahan pencemar, baik fisik ataupun kimia (Odum, 1994).
            Menurut Wilhm (1975) , biota akuatik yang dapat digunakan sebagai tolak ukur kualitas lingkungan atas dasar kualitas hayati dan keanekaragaman hayati hendaknya memiliki cirri-ciri sebagai berikut :
1.      Harus memiliki kepekaan terhadap perubahan lingkungan perairan dan responnya cepat.
2.      Memiliki daur hidup yang kompleks sepanjang tahun atau lebih dan apabila kondisi lingkungan melebihi batas toleransinya biota tersebut akan mati.
3.      Hidup sesil ( bentik ) dan tidak mudah atau cepat bermigrasi.
            Berdasarkan batas-batasan tersebut diatas, kelompok biota akuatik yang baik digunakan sebagai indikator yaitu salah satunya adalah bentos. Bentos memiliki tingkat kerentangan, kepekaan dan keterbatasan gerak sehingga dapat digunakan sebagai bioindikator pencemaran perairan.

2.4 Jenis Bentos Diperairan
            Pada umumnya bentos hidup sebagai suspension feeder, pemakan detritus, karnivor atau sebagai pemakan plankton.
            Berdasarkan cara makannya, makrobentos dikelompokkan menjadi 2.
·         Filter feeder, yaitu hewan bentos yang mengambil makanan dengan menyaring air.
·         Deposit feeder, yaitu hewan bentos yang mengambil makanan dalam substrat dasar.
Kelompok pemakan bahan tersuspensi (filter feeder) umumnya tedapat dominan disubstrat berpasir misalnya moluska-bivalva, beberapa jenis echinodermata dan crustacea. Sedangkan pemakan deposit banyak tedapat pada substrat berlumpur seperti jenis polychaeta.
Berdasarkan keberadaannya di perairan, makrobentos digolongkan menjadi kelompok epifauna, yaitu hewan bentos yang hidup melekat pada permukaan dasar perairan, sedangkan hewan bentos yang hidup didalam dasar perairan disebut infauna. Tidak semua hewan dasar hidup selamanya sebagai bentos pada stadia lanjut dalam siklus hidupnya. Hewan bentos yang mendiami daerah dasar misalnya, kelas polychaeta, echinodermata dan moluska mempunyai stadium larva yang seringkali ikut terambil pada saat melakukan pengambilan contoh plankton.
Komunitas bentos dapat juga dibedakan berdasarkan pergerakannya, yaitu kelompok hewan bentos yang hidupnya menetap (bentos sesile), dan hewan bentos yang hidupnya berpindah-pindah (motile). Hewan bentos yang hidup sesile seringkali digunakan sebagai indikator kondisi perairan (Setyobudiandi, 1997).
            Distribusi bentos dalam ekonomi perairan alam mempunyai peranan penting dari segi aspek kualitatif dan kuantitatif. Oleh karena itu banyak jenis dari bentos di perairan dapat ditemukan. Untuk jenis-jenis bentos tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. dibawah ini.
           
Tabel 2. Jenis-jenis bentos dalam perairan
No.
Kelas
Ordo
Species
1.
NEMATODA
-
Daptotzemcr duhium, B
Doryluinzus stagnalis, B, R
Liniiiorner.mis hostrychorles. R
Tohrilus sp. (T. gracilis), B, R
2.
OLIGOCHAETA
-
Der.o n'igitata, B, R,
Aulodr.ilus plitriseta, R
A14lodi.il~rsp igueti, B, R
Branchi~o-as owerhyi. B, R.
Limnodri1u.s c~lupuredriunusB, , R
L. hcd'nzeistei.i, B, R,
Lin7nodi.ilir.s pi.ofirtidicola, R
L. udekernianus, R
Porumothri.~-b avarici4s, B, R
P. hammoniensis. B, R,
P. heltsc'heri, B. R
Tithifefes tuhife.~, R
Psunirnoryctides hui.hc~tilB~,, R
R. h l ~ h h o l z iR, ,
B. appetidic~irlatc~
3.
CRUSTACEA
MACROTRICIDAE
1l.yoc.1.ypt~t.s~ o r d i d ~ lBs,. R,


CHIDORIDAE
Alona affiinis, B
Alona q~radrangltIai.isB,
Scccpho1ehei.i~ sp., B,
Leydigia acanthoceiv,oides, B
Leydigia leydigii, B


COPEPODA
Cyc,lops .SI.>B., , R,
Diac,yc,lops hicuspidarlrs, B
Eucyclops srt.r-ularus, B
Mac rocyc 1ops albidirs. B
Paracyc'lops fimhriatus, B


OSTRACODA
Candona neglecta, B
-'c,loc,ypris oi3Ltnz. B
Cyprideis toi.osa, B
1Iyocypr.i~h radyi, B
Cypria Iírcit.sti.is, B
Darn3itzula stei3erisoni
I1yoc.ypi.i.s gihha, B
I.rocypcrs heuut harnpi


GAMMARIDAE
Echinogammarus pitngeris. B


HYDRACARINA
Ar.renurus sirz~taror.B,
Nel, B
Neunzrrrzia imitara, B
Uriionic.ola crassipc.~, B
4.

INSECTA
EPHEMEROPTERA
Ephemera glaucops. B


DIPTERA



CHAOBORIDAE
Chuohor~~s,flavic.rrnBs., R.


CHIRONOMIDAE
Tanypus punctiperrrris, B, R,
Ahlahesmyiu sp., B, R
Cricotopus ( I . ) sylvestris, B, R,
Cricotopus gr. hicinctus, B, R,
Cricotopus gr. ,festivell~tsB,
Chironomu.~p lumosus, B. R,
Ch. nuditarsis, B, R,
Ch. herrze/zsis, B, R,
Cludopelma virescens, B, R,
Cryptochironomus sp., B, R,
Cryptotendipes sp., B, ,
Harnischia sp., B. R,
Microchironomus tener, B, R
Microtendipes sp., B, R,
Purucludopelma sp. B,
Paratendipes sp., B
Polypedilum spp., B, R,
Stictochironomus maculipennis, B, R,
Cladotanytarsus atridorsum, B, R,
Micropsectra sp., R, S
Stempellina sp., B, R,
Tanyrarsus gr. lestagei, B.
A. longistyla, R
Prodiamesa ol i~uc eaR,
Parakiejferiella hutophila, R
Ch. halophilus, R.
S. hisrrio,
S. hisrrio, R
C. mctncus, R
Sumber : Setyobudiandi, 1997.

2.5 Hubungan Bentos Pada Suatu Perairan
Kualitas air juga dapat dinilai dengan ketentuan sebagai berikut (Triahadiningrum dan Tjodronegoro, 1998):
1.      Air akan tergolong tidak tercemar, jika dan hanya terdapat Trichoptera (Sericosmetidae, lepidosmatidae, glossosomatidae) dan planaria, tanpa kehadiran jenis indikator yang terdapat pada kelas 2-6.
2.      Air tergolong agak tercemar, tercemar ringan, tercemar, tercemar agak berat dan sangat tercemar, bila terdapat salah satu atau campuran jenis makro invertebrata indikator yang terdapat dalam kelompok kelas masing-masing.
3.      Apabila makroinvertebrata terdiri atas campuran antara indikator dari kelas yang berlainan, maka berlaku ketentuan berikut:
a.        Air dikategorikan sebagai agak tercemar apabila terdapat campuran organisme indikator dari kelas 1 dan 2, atau dari kela 1, 2 dan 3.
b.      Air dikategorikan tercemar ringan apabila terdapat xampuran organisme indikator dari kelas 3 dan 4 atau dari kelas 2, 3 dan 4.
c.       Air dikategorikan sebagai tercemar apabila terdapat campuran organisme indikator dari kelas 3 dan 4, atau dari kelas 3, 4 dan 5.
d.      Air dikategorikan sebagai sangat tercemar apabila terdapat campuran organisme indikator dari kelas 4 dan 5.
            Dari perbandingan tingkat tercemarnya suatu perairan maka dapat dilihat pada Tabel 3. Menunjukkan bahwa tingkat keragaman makrozobentos di perairan dengan tingkat kecemarannya .

Tabel 3. Hubungan tingkat cemaran air dan makrozobentos
Tingkat Cemaran
Makrozoobentos Indikator
1.      Tidak tercemar
Trichoptera (Sericosmotide, Lepidosmatide, Glossosomatide); Planaria
2.      Tercemar Ringan
Plecoptera (Perlidae, Peleodidae); Ephemeroptera (Laptophlebiidae, Pseudocloeon, ecdyonuridae, Caebidae); Trichoptera (hydrpschydae, Psychomyidae); Odonanta (Gomphidae, Plarycnematidae, Agriidae, Aeshnidae); Coleoptera (Elminthidae).
3.      Tercemar Sedang
Mollusca (pulmonata, Bivalvia); Crustacea (Gammaridae); Odonanta (Libellulidae, Cordulidae)
4.      Tercemar
Hirudinae (Glossiphonidae, Hirudidae); Hemiptera
5.      Tercemar agak berat
Oligochaeta (Ubificidae); Diptera (Chironomus thummi-plumosus); syrphidae
6.      Sangat tercemar
Tidak terdapat makrozoobentos. Besar kemungkinan dijumpai lapisan bakteri yang sangat toleran terhadap limbah organik (Sphaerotilus) di permukaan.
Sumber : Triahadiningrum dan Tjodronegoro, 1998.

2.6 Perkembangan Bentos di Perairan
            Bentos sering digunakan untuk menduga ketidakseimbangan lingkungan fisik, kimia dan biologi suatu perairan. Perairan yang tercemar akan mempengaruhi kelangsungan hidup organisme perairan, diantaranya adalah makrozoobentos, karena makrozoobentos merupakan organisme air yang sudah terpengaruh olehaanya bahan pencemar, baik bahan pencemar kimia maupun fisik (Odum, 1994), selanjutnya dijelaskan bahwa bentos dapat dijadikan sebagia indicator biologis, berdasarkan pada:
Mobilitas terbatas sehingga memudahkan dalam pengambilan sampel :
a)      Ukuran tubuh relatif besar sehingga memudahkan untuk identifikasi.
b)      Hidup di dasar perairan, relatif diam sehinggasecar terus-menerus terdedah (exposed) oleh air sekitarnya.
c)      Pendedahan yang terus menerus mengakibatkan makrozoobentos dipengaruhi oleh keadaan lingkungan.
d)     Perubahan lingkungan mempengaruhi keanekaragaman makrozoobentos.
            Perubahan beberapa parameter kualitas air, cepat atau lambat akan diikuti oleh perubahan struktur komunitas organisme di perairan tersebut. Wilhm (1975) mengemukakan bahwa, ada beberapa anggota komunitas makrozoobentos yang mampu beradaptasi dengan perubahan-perubahan lingkungan yang sangat ekstrim sekaligus. Organisme-organisme ini dapat digolongkan sebagai indikator biologi perairan.
Indikator biologi merupakan atau komunitas organisme yang kehadiranya atau prilakunya di alam berkorelasi dengan kondisi lingkungan, sehingga dapat digunakan sebagai petunjuk kualitas lingkungan (Wiley, 1990 dalam Suriani, 2000). Abel (1989) menetapkan beberapa persyaratan organisme air yang digunakan sebagai indikator biologi untuk menduga tingkat pencemaran perairan, yaitu hidpnya relaif menetap, jangka hidupnya panjang, dan mempunyai toleransi yang spesifik terhadap lingkungan.

2.7 Metode Sosialisasi Persuatif Dalam Pemberdayaan Masyarakat Menjadi Dokter Air
            Pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) adalah upaya manusia dalam mengendalikan hubungan timbal balik antara sumber daya alam dengan manusia di dalam daerah aliran sungain (DAS) dan segala aktifitasnya, dengan tujuan membina kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatkan kemanfaatan sumber daya alam bagi manusia secara berkelanjutan.
            Istilah pemberdayaan kelembagaan dengan demikian bisa dilihat dari segi sampai sejauh mana kegiatan pengelolaan sumberdaya air masih sebatas menarik peran serta masyarakat petani dan pelaku ekonomi pada kegiatan ditingkat “hilir” (pemanfaatan lahan dan air), namun relatif sangat lemah dalam kegiatan “tengah” (pemeliharaan) dan “hulu” (perbaikan dan pembangunan jaringan hidrologi dan lahan).      
            Pranarka dan Moeljarto (1996) menyebutkan bahwa istilah pemberdayaan adalah terjemahan dari kata empowerment. Kata empowerment berasal dari kata dasar power dan selanjutnya bisa diartikan sebagai an empowering atau being. Singkatnya, masyarakat yang berpenghasilan rendah atau berada disekitar garis kemiskinan dapat digolongkan sebagai masyarakat yang powerless (tidak berdaya).
            Metode Bentos Development Training ini menerapkan sistem pelatihan kepada masyarakat dengan memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang pengaruh bentos dalam perairan. Karena kehadiran bentos dalam suatu perairan khususnya di daerah aliran sungai ( DAS ) berarti memberikan sebuah informasi baru tentang kaualitas kehidupan di perairan tersebut. Dalam tahap ini pula bentos mempunyai peranan penting dalam menentukan keberlanjutan sumberdaya air di daerah aliran sungai ( DAS ). Karena bentos sering digunakan untuk menduga ketidak keseimbangan lingkungan fisik, kimia dan biologi suatu periaran. Perairan yang tercemar akan mempengaruhi kelangsungan hidup organisme suatu perairan, diantaranya adalah makrozoobentos, karena makrozoobentos merupakan organism air yang mudah terpengaruh oleh adanya bahan pencemar, baik fisik ataupun kimia (Odum, 1994).
            Metode Bentos Development Training dalam memberdayakan Dokter Air di Indonesia adalah sebuah kelembagaan untuk mengenalkan tentang pengelolaan konservasi sumberdaya air yang harus memperhatikan aspek  penguatan  masyarakat madani  (civil society) di setiap jenjang  masyarakat,  dari masyarakat tingkat (berskala) kompleks atau (tingkat) nasional, masyarakat lintas sub-DAS atau provinsi, kabupaten  (terkait dengan otonomi pemerintahan), desa dan komunal. Ada tiga alasan  pokok  mengapa  strategi pemberdayaan kelembagaan ini dipilih, yaitu: Pertama, kondisi  keuangan pemerintah saat ini tidak lagi dapat dengan mudah berperan sebagai “pemain tunggal atau big boss” dalam pengelolaan lahan dan air untuk pemantapan ketahanan  pangan secara  nasional. Kedua, rentang  kendali  pengelolaan sumberdaya lahan dan air secara  terpusat (“sentralistik”) selama ini terbukti tidak selamanya efektif dan efisien. Ketiga, sebagai sumberdaya milik  bersama (common property), pengelolaan lahan dan air perlu diintegrasikan dalam  penguatan civil society  dan modal sosial, sehingga pengelolaan lahan dan air dapat dijadikan bagian utama pemberdayaan dan transformasi masyarakat di pedesaan.
Pada pengenalan tentang Bentos Development Training pula diharapkan seluruh komponen masyarakat khususnya masyarakat yang berada di daerah aliran sungai (DAS) mampu mendapatkan sebuah pengetahuan baru tentang bagaimana konservasi sumberdaya air dan pengelolaannya. Dalam mekanisme kerja tentang Bentos Development Training dapat dilihat di lampiran 1.

















BAB III
METODE PENULISAN
3.1  Sifat Penulisan
            Penulisan karya tulis ini dilakukan melalui studi literatur yang bersifat deskriptif dan paparan, yakni dengan menjelaskan kaitan antara bentos dan konservasi sumberdaya air untuk pemberdayaan masyarakat menjadi Dokter Air.
3.2  Metode Pengambilan Data
            Data diambil dan dikumpulkan dari jurnal-jurnal Ilmiah, Pustaka penunjang, dan Informasi dari internet.
 3.3  Metode Analisis Data
            Metode analisis data pada karya tulis studi literatur ini dilakukan dengan mengelompokkan data-data yang sesuai dengan variable dan tujuannya, kemudian dilanjutkan dengan melakukan analisis data dan informasi dengan memberikan argumen melalui kerangka berfikir logis yang dilakukan dengan dua metode, yaitu:
1.      Metode deskriptif, dilakukan dengan  menganalisis data atau informasi dengan memberikan prediksi gambaran mengenai masalah yang akan dibahas.
2.      Metode deduktif, yaitu melalui proses analisis data atau informasi dengan memberikan argumentasi logis yang bertitik tolak dari pernyataan yang bersifat khusus berdasarkan teori dan konsep.





BAB IV
ANALISIS DAN SINTESIS
4.1 Mekanisme Perubahan Kualitas Air dan Pengaruhnya Pada Bentos
               Penyebaran bentos di suatu periran umum terkait dengan keadaan lingkungan yang mempengaruhinya, diantaranya adalah kualitas air di perairan tesebut. Penyebaran dan munculnya bentos memiliki karakteristiknya sendiri tergantung pada kondisi lingkungannya. Keanekaragaman bentos ini berbeda setiap jenis atau spesiesnya tergantung kondisi lingkungannya.
            Kondisi lingkungan perairan, seperti substrat dasar perairan yang berpasir dan berbatu, kandungan oksigen terlarut dalam air yang cukup tinggi (6,48-7,46 mg/l), kandungan organik substrat sebagai sumber nutrisi (0,04-6,07 %), pH air (7,35-7,56), dan suhu yang tidak terlalu rendah dan tidak terlalu tinggi. Arthropoda menyukai habitat berbatu yang dan berpasir, kandungan oksigen terlarut dalam air yang tinggi, serta pH air yang normal. Menurut McCafferty (1983), beberapa mollusca dapat hidup atau berkembang dengan baik pada berbagai jenis substrat yang memiliki ketersediaan nutrisi yang berlimpah, kandungan oksigen terlarut dalam air tinggi dan pH air normal.
            Filum plathyhelminthes yang didapatkan kerena kondisi perairan yang kurang mendukung bagi kehidupan hewan ini, seperti kecepatan arus yang tinggi dan kandungan oksigen yang cukup besar. Plathyhelmintes dapat berkembang baik pada perairan yang memiliki kecepatan arus yang rendah. Sedangkan annelida, terutama dari jenis Tibifex lebih menyukai lingkungan perairan dengan kadar oksigen yang rendah, hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Sastrawijaya (1991), Tubifex  banyak ditemukan pada perairan dengan kadar oksigen yang rendah dan BOD yang cukup tinggi.
            Tingginya tingkat kepadatan dari genus Heptagenia disebabkan kondisi lingkungan perairan yang mendukung kelangsungan hidup genus Heptagenia  tersebut, seperti kondisi substrat berbatu, kandungan oksigen dalam air tinggi dan kecepata arus yang cukup besar. Menurut McCafferty (1983), Heptagenia merupakan salah satu insekta yang mempunya habitat di permukaan batu. Selain itu merupakan jenis yang mampu hidup dan beradaptasi pada arus yang deras, dan kandungan oksigen terlarut yang tinggi.

4.2 Jenis – Jenis Permasalahannya Pada Perubahan Kualitas Air
Perubahan kualitas air di sungai menyebabkan perubahan komposisi komunitas makrozoobentos. Untuk itu diperlukan suatu upaya pemantauan mengenai status kualitas air ini. Berkembangnya kegiatan penduduk di Daerah Aliran Sungai (DAS), seperti bertambahnya pemukiman penduduk, kegiatan industri rumah tangga, dan kegiatan pertanian, dapat berpengaruh terhadap kualitas airnya, karena limbah yang dihasilkan dari kegiatan penduduk tersebut dibuang langsung ke sungai. Perkembangan industri yang semakin cepat, dan intensifikasi air irigasi akan menyebabkan timbulnya berbagai permasalahan.
Adanya masukan bahan-bahan terlarut yang dihasilkan oleh kegiatan penduduk di sekitar DAS sampai pada batas-batas tertentu tidak akan menurunkan kualitas air sungai. Namun demikian apabila beban masukan bahan-bahan terlarut tersebut melebihi kemampuan sungai untuk membersihkan diri sendiri (self purification), maka timbul permasalahan yang serius yaitu pencemaran perairan, sehingga berpengaruh negatif terhadap kehidupan biota perairan dan kesehatan penduduk yang memanfaatkan air sungai tersebut. Odum (1993) menjelaskan bahwa komponen biotik dapat memberikan gambaran mengenai kondisi fisika, kimia, dan biologi dari suatu perairan. Salah satu biota yang dapat digunakan sebagai parameter biologi dalam menentukan kondisi suatu perairan adalah hewan makrobentos. Sebagai organisme yang hidup di perairan, hewan makrobentos sangat peka terhadap perubahan kualitas air tempat hidupnya sehingga akan berpengaruh terhadap komposisi dan kelimpahannya. Hal ini tergantung pada toleransinya terhadap perubahan lingkungan, sehingga organisme ini sering dipakai sebagai indicator tingkat pencemaran suatu perairan.

4.3 Hubungan Antara Menurunnya Kualitas Perairan dengan Bentos
Salah satu permasalahan yang ada saat ini adalah semakin menurunnya kualitas air sejalan dengan makin meningkatnya berbagai kegiatan penduduk di sepanjang DAS. Penurunan kualitas air Sungai Brantas ini selain diakibatkan oleh pencemaran alami seperti terjadinya erosi dan limbah pertanian juga dikarenakan oleh adanya bahan-bahan organik berupa limbah dari penduduk sepanjang DAS serta aliran masuk lainnya yang turut mempengaruhi kualitas air. Penambahan bahan organik maupun anorganik berupa limbah ke dalam perairan selain akan mengubah susunan kimia air, juga akan mempengaruhi sifat-sifat biologi dari perairan tersebut. Banyaknya bahan organik di dalam perairan akan menyebabkan menurunnya kadar oksigen terlarut di dalam perairan dan jika keadaan ini berlangsung lama akan menyebabkan perairan menjadi anaerob, sehingga organisme aerob akan mati. Selain itu diketahui juga bahwa banyak senyawa organic yang bersifat toksik seperti fenol, pestisida, surfaktan, dan lain-lain dapat menimbulkan kematian organisme seperti plankton, bentos dan ikan.
               Makrozoobentos terdapat diseluruh badan sungai mulai dari hulu sampai ke hilir. Dengan keberadaan makrobentos yang hidupnya menetap dengan waktu yang relative lama, maka makrobentos ini dapat digunakan untuk menduga status suatu perairan. Penggunaan makrobentos sebagai penduga kualitas air dapat digunakan untuk kepentingan pendugaan pencemaran baik yang berasal dari point source pollution maupun diffuse source pollution. Bertitik tolak dari pemikiran tersebut, maka penelitian ini perlu untuk dilakukan. Melalui serangkaian pengamatan, pengukuran sifat fisika-kimia air dan keanekaragaman jenis hewan makrozoobentos, dapat ditentukan status kualitas perairan. Data yang diperoleh diharapkan dapat bermanfaat sebagai masukan bagi Pemerintah Daerah dalam perencanaan pembangunan dan pengendalian pencemaran












BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
·         Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
·         Bentos adalah organisme air yang mendiami dasar perairan dan tinggal di dalam atau pada sedimen dasar periran yang berperan penting dalam proses dekomposisi dan  ineralisasi material organik yang memasuki periran (Cole, 1983).
·         Perubahan beberapa parameter kualitas air, cepat atau lambat akan diikuti oleh perubahan struktur komunitas organisme di perairan tersebut. Wilhm (1975) mengemukakan bahwa, ada beberapa anggota komunitas makrozoobentos yang mampu beradaptasi dengan perubahan-perubahan lingkungan yang sangat ekstrim sekaligus. Organisme-organisme ini dapat digolongkan sebagai indikator biologi perairan.
·         Pranarka dan Moeljarto (1996) menyebutkan bahwa istilah pemberdayaan adalah terjemahan dari kata empowerment. Kata empowerment berasal dari kata dasar power dan selanjutnya bisa diartikan sebagai an empowering atau being. Singkatnya, masyarakat yang berpenghasilan rendah atau berada disekitar garis kemiskinan dapat digolongkan sebagai masyarakat yang powerless (tidak berdaya).
·         Metode Bentos Development Training yaitu menerapkan sistem pelatihan kepada masyarakat dengan memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang pengaruh bentos dalam perairan.
·         Metode Bentos Development Training dalam memberdayakan Dokter Air di Indonesia adalah sebuah kelembagaan untuk mengenalkan tentang pengelolaan konservasi sumberdaya air yang harus memperhatikan aspek  penguatan  masyarakat madani  (civil society) di setiap jenjang  masyarakat
5.2 Saran
            Saran dari penulisan ini, setelah menganalisa dari data yang di peroleh, untuk memberdayakan masyarakat menjadi Dokter Air, maka perlu kiranya sebuah penguatan  masyarakat madani  (civil society) di setiap jenjang  masyarakat,  dari masyarakat tingkat (berskala) kompleks atau (tingkat) nasional. Selain itu, pemerintah diharapkan tidak lagi jadi pemain tunggal atau big boss dalam pengelolaan lahan dan air untuk pemantapan ketahanan  pangan secara  nasional. Tapi pemerintah diharapkan menjadi satu dan bersama dalam membangun sumberdaya air di Indonesia dalam mencapai cita-cita bersama yang di inginkan.



DAFTAR PUSTAKA

Abel. P.D 1989. Water pollution biology. John Wiley and Soons. New York. 231.

Alaerts, G. dan Santika, S.S. 1987. Metode Penelitian Air. Penerbit Usaha Nasional. Surabaya.

Bappedal Jateng. 2002. Laporan Akhir, Penyusunan Profil Lingkungan DAS Babon di Jawa Tengah. Semarang.

Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan. Program Studi Biologi USU FMIPA. Medan.

Barus, T. A. 2004. Faktor-Faktor Lingkungan Abiotik Dan Keanekaragaman Plankton Sebagai Indikator Kualitas Perairan Danau Toba. Journal Mahasiswa Dan Lingkungan XI: 61-70.

Barus, T. A. 2005. Peranan Kelembagaan Dan Pendidikan Lingkungan Dalam Pengelolaan Ekosistem Danau Toba. Nur Edukasi. Jurnal Ilmuah Pendidikan II:6.

Barnes, R,S.K & K. H. Mann. 1994. Fundamental of aquatic ecology. Backwell Scientific Publication. Oxford. Hlm 13, 14.

Cole, G.A. 1983. Buku Teks Limnologi. Dewan Bahasa Dan Pustaka Kementrian Pendidikan Malaysia, Kuala Lumpur. Hlm 73-78.

Hutchison, G. E. 1993. A. Treatise on limnology (Zoobenthons). Vol IV. New York: Jhon Wiley And Sons Inc. P. 153.

Mccafferty, W. P. 1983. Aquatic Entomology. Boston: Jones & Bartlett Publishers, Inc. Pp. 98-102.

Nurmayanti. 2002. Kontribusi Limbah domestik terhadap Kualitas Air Kaligarang Semarang. Program Pasca Sarjana Universitas Gajahmada. Yogyakarta.

Pranarka, A.M.W. dan V. Moeljarto. 1996. Pemberdayaan (Empowerment) dalam Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan dan Implementasi ( Penyunting O.S Prijono dan A.M.W Pranarka ) Centre For Strategic For International Studies . Jakarta

Odum, E.P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Alih Bahasa : Samingan, T. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Odum, E.P. 1994. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta (Penerjemah Tjahjono Samingar). Hlm. 370, 374-375, 386.

Riyadi, S. 1984. Pencemaran Air. Karya Anda, Surabaya.

Sumarno. 2000. Degradasi Lingkungan. Hand Out Kuliah. Magister Ilmu Lingkungan, UNDIP. Semarang

Suriawiria, Unus. 1996. Air dalam Kehidupan dan Lingkungan yang Sehat. Penerbit Alumni. Bandung.

Suriani, N.L. 2000. Tingkat Pencemaran Air Sungai Bandung Bagian Hilir Ditinjau Dari Sifat Fisika-Kimia Dan Jenis Hewan Makrozobentosdi Denpasar Selatan, Bali. Program, Pascaserjana Institute Pertanian Bogor. Bogor. 60 H

Sastrawijaya. 1991. Pencemaran Lingkungan. PT. Rineka Cipta; Jakarta.

Setyobudiandi, I. 1997. Makrozoobentos. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Trihadiningrum, Y. & I. Tjondronegoro. 1998. Makroinvertebrata Sebagai Bioindikator Pencernaan Badan Air Tawar Di Indonesia : Lingkungan & Pembangunan 18 (1): 45 – 60.

UUD RI. 2004. Sumberdaya Air. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Negara Republik Indonesia Nomor 4377. Jakarta.

Wilhm, J.L. 1975. Biological indicators of pollution. P: 375-402. In. B.A. Whitton (ed) River Ecology Blackweel scientific Publication. Oxpord. 725 h