BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang
merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi
menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke
danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah
topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih
terpengaruh aktivitas daratan. Pengelolaan wilayah pesisir mencakup tidak saja
mencakup wilayah laut dan daratan sekitar pantai, tetapi juga harus
memperhatikan daerah aliran sungai sebagai masukan materi baik berupa aliran
air tawar, sedimen, dan berbagai limbah dari berbagai akitivitas di sekitar DAS
yang akhirnya masuk ke lingkungan laut. Sungai sangat penting dalam pengelolaan
wilayah pesisir, karena fungsi-fungsinya untuk transportasi, sumber air bagi
masyarakat, perikanan, pemeliharaan hidrologi, rawa dan lahan basah.
Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan. Makhluk
hidup di muka bumi ini tak dapat terlepas dari kebutuhan akan air. Air merupakan
kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi, sehingga tidak ada kehidupan
seandainya di bumi tidak ada air. Namun demikian, air dapat menjadi malapetaka
bilamana tidak tersedia dalam kondisi yang benar, baik kualitas maupun
kuantitasnya. Air yang relatif bersih sangat didambakan oleh manusia, baik
untuk keperluan hidup sehari-hari, untuk keperluan industri, untuk kebersihan
sanitasi kota, maupun untuk keperluan pertanian dan lain sebagainya.
Kajian global kondisi air di dunia yang
disampaikan pada World Water Forum II
di denhaag tahun 2000, memproyeksikan bahwa tahun 2025 akan terjadi krisis air
di beberapa negara. Meskipun Indonesia termasuk 10 negara kaya air namun krisis
air diperkirakan akan terjadi juga, sebagai akibat dari kesalahan pengelolaan
air.
Ekosistem air yang terdapat di daratan
(inland water) secara umum dapat dibagi menjadi 2 yaitu perairan lentik (lentik
water), atau juga disebut sebagai periran tenang, misalnya danau, rawa, waduk,
situ, telaga dan sebagainya, dan periran lotik (lotic water), disebut juga
sebagai periran yang berarus deras, misalnya sungai, kali, kanal, perit dan
sebagainya. Aktivitas manusia baik secara langsung maupun tidak langsung
menyebabkan perubahan kualitas lingkungan. Kondisi organisme akuatik sangat
ditentukan oleh kualitas periran tempat hidupnya. Bentos sebagai biota dasar
periran yang relatif tidak mudah bermigrasi merupakan kelompok biota yang
paling menderita akibat pencemaran perairan (Barus,2005).
Odum (1994), menjelasakan bahwa komponen
biotik dapat memberikan gambaran mengenai kodisi fisik, kimia, dan biologi
suatu periran. Salah satu biota yang dapat digunakan sebagai parameter biologi
dalam menentukan kondisi suatu perairan adalah makrobentos. Makrobentos
digunakan sebagai bioindikator disuatu periran karena habitatnya yang relatif
tetap.
Bentos adalah organisme air yang
mendiami dasar perairan dan tinggal di dalam atau pada sedimen dasar periran
yang berperan penting dalam proses dekomposisi dan ineralisasi material organik yang memasuki
periran (Cole, 1983). Berdasarkan sifat hidupnya bentos dibedakan antara
Fitobentos yaitu organisme bentos yang bersifat tumbuhan dan zoobentos yaitu
organisme bentos yang bersifat hewan (Barsu, 2004).
Maka dari itu air sangat baku dimana
dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2005
Tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum pasal 1 ayat 1 dan 2 yaitu
“Air baku untuk air minum rumah tangga, yang selanjutnya disebut air baku
adalah air yang dapat berasal dari sumber air permukaan, cekungan air tanah
dan/atau air hujan yang memenuhi baku mutu tertentu sebagai air baku untuk air
minum.” “Air minum adalah air minum
rumah tangga yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang
memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.”
Berdasarkan
latar belakang tersebut pula,
penulis tertarik untuk mengangkat karya tulis
dengan judul “
Bentos Development Training : Upaya
Mendukung Pemerintah dalam Konservasi Sumberdaya Air di Daerah Aliran Sungai dengan
Pemberdayaan Dokter Air di Indonesia ”.
Upaya ini kiranya mampu membantu menyelesaikan permasalahan pengelolaan perairan khususnya di daerah aliran sungai
( DAS ) di Indonesia dengan memberdayakan masyarakat menjadi Dokter Air di
Indonesia yaitu salah satu cara yang sederhana, dengan
mensinergikan pengetahuan tentang pengaruh bentos sebagai bioindikator pada
perairan.
1.2
Tujuan Penulisan
Secara
umum program karya tulis ini dibuat yaitu
:
·
Untuk
mengetahui
cara pengelolaan sungai melalui self purification dan pengenalan tentang bentos sebagai bioindikator
disuatu perairan khususnya di daerah aliran sungai (
DAS ).
·
Untuk
mengetahui
dasar teori dalam
membuat model kualitas perairan
yang dapat dimanfaatkan untuk simulasi memprediksi perubahan kualitas air
sebelum terjadinya pencemaran.
·
Mampu
memberikan solusi tentang
konservasi sumberdaya air khususnya di daerah aliran sungai ( DAS ).
1.3 Manfaat Penulisan
Manfaat yang dapat diperoleh dari karya ilmiah
ini adalah :
- Bagi
pemerintah, upaya
mendukung tentang penyediaan mendukung keberlanjutan sumberdaya air di
Indonesia.
- Bagi
masyarakat, sebagai bahan informasi tentang bagaimana mengenal tentang bentos sebagai bioindikator pada
suatu perairan dan juga membantu masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya
air bagi kehidupan.
- Bagi
mahasiswa, sebagai bahan kajian lebih lanjut dalam pengelolaan sumberdaya air dan memaksimalkan
fungsi mahasiswa sebagai agent of
change dengan melakukan respon intelektual dalam bentuk karya tulis
yang bertujuan memberikan kontribusi untuk perubahan yang lebih baik pada
masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Daerah
Aliran Sungai ( DAS )
Secara umum Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai hamparan
wilayah/kawasan yang dibatasi oleh topografi (punggung bukit) yang menerima,
mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirkannya melalui
anak-anak sungai dan keluar pada satu titik/outlet ( Marwah, 2000) . Menurut UU
RI no. 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air disebutkan bahwa Daerah Aliran
Sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai
dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan
air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang
batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan
daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
DAS
merupakan suatu ekosistem, dimana unsur organisme dan lingkungan biofisik serta
unsur kimia berinteraksi secara dinamis dan di dalamnya terdapat keseimbangan inflow
dan outflow dari material dan energi (Marwah, 2000). Ekosistem DAS
merupakan suatu satuan wilayah pembangunan yang perlu ditata agar
pemanfaatannya dapat digunakan untuk berbagai kepentingan. Kegiatan di bidang
pertanian, kehutanan, perkebunan, perikanan, peternakan, industri,
pertambangan, pariwisata dan pemukiman membutuhkan air, lahan dan mineral yang
berada dalam suatu wilayah DAS (Bappedal, 2002).
2.2 Pencemaran Badan Air Pada Daerah Aliran Sungai
Kegoncangan
dan keseimbangan lingkungan hidup sangat dipengaruhi oleh perkembangan
teknologi yang berhasil diwujudkan akal dan otak manusia dan adanya ledakan penduduk.
Temuan teknologi, di satu sisi akan menguntungkan manusia karena lebih efisien
dalam pemanfaatan waktu dan biaya operasional, tetapi di sisi lain menyebabkan
pemanfaatan sumberdaya alam melampaui daya pulih alami sumberdaya alam sehingga
menimbulkan ketidakstabilan kualitas lingkungan (Salim dalam Nurmayanti,
2002).
Penyebab
pencemaran air berdasarkan sumbernya secara umum dapat dikategorikan sebagai
sumber kontaminan langsung dan tidak langsung. Sumber langsung meliputi efluen
yang keluar dari industri, TPA (Tempat Pembuangan Akhir Sampah), dan
sebagainya. Sumber tidak langsung yaitu kontaminan yang memasuki badan air dari
tanah, air tanah, atau atmosfer berupa hujan. Tanah dan air tanah mengandung
mengandung sisa dari aktivitas pertanian seperti pupuk dan pestisida.
Kontaminan dari atmosfer juga berasal dari aktivitas manusia yaitu pencemaran
udara yang menghasilkan hujan asam. 1) Penyebab pencemaran air dapat juga
digolongkan berdasarkan aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya,
yaitu limbah yang berasal dari industri, rumah tangga, dan pertanian
(Suriawiria, 1996).
Kualitas
air sungai menurut Alaerts dan Santika (1987) sangat tergantung pada komponen
penyusunnya dan banyak dipengaruhi oleh masukan komponen yang berasal dari
pemukiman. Perairan yang melintasi daerah pemukiman dapat menerima masukan
bahan organik yang berasal dari aktivitas penduduk. Dengan demikian ekosistem
sungai keberadaannya terkait integral dengan lingkungan sosial dan lingkungan
fisik disekitarnya.
Menurut
Riyadi (1984) parameter-parameter yang digunakan untuk mengukur kualitas air
meliputi sifat fisik, kimia, dan biologis. Parameter-parameter tersebut adalah
:
1. Sifat fisik
Parameter
fisik air yang sangat menentukan kualitas air adalah kekeruhan (turbiditas), suhu,
warna, bau, rasa, jumlah padatan tersuspensi, padatan terlarut dan daya hantar
listrik (DHL).
2.
Sifat kimia
Sifat
kimia yang dapat dijadikan indikator yang menentukan kualitas air adalah pH,
konsentrasi dari zat-zat kalium, magnesium, mangan, besi, sulfida, sulfat,
amoniak, nitrit, nitrat, posphat, oksigen terlarut, BOD, COD, minyak, lemak
serta logam berat.
3.
Sifat biologis
Organisme
dalam suatu perairan dapat dijadikan indikator pencemaran suatu lingkungan
perairan, misalnya bakteri, ganggang, benthos, plankton, dan ikan tertentu.
Banyak limbah-limbah yang ditemukan di
daerah aliran sungai adalah limbah-limbah yang berasal dari limbah rumah
tangga, seperti limbah cair. Limbah ini sangat merugikan bagi perairan
khususnya di daerah aliran sungai.
Menurut
Sumarno (2002) komposisi limbah cair rumah tangga rata-rata
mengandung bahan organik dan senyawa mineral yang
berasal dari sisa makanan, urin dan sabun. Sebagian limbah berbentuk bahan
tersuspensi, lainnya dalam bentuk terlarut. Karakteristik fisik dan kimia
limbah rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1.
Karakteristik Limbah Cair Rumah Tangga
Cemaran
|
Konsentrasi (mg/l)
|
|
Kisaran
|
Rata-rata
|
|
Padatan:
terlarut
tersuspensi
|
250-850
100-350
|
500
220
|
Minyak dan Lemak
|
50-150
|
100
|
BOD
|
110-400
|
220
|
COD
|
250-1000
|
500
|
TOC
|
80-290
|
160
|
Nitrogen :
Organik
NH3
|
8-35
12-50
|
15
25
|
Phospor
Organik
Anorganik
|
1-5
3-10
|
3
5
|
Klorida
|
30-100
|
50
|
Alkalinitas
|
50-200
|
100
|
Sumber :
Sumarno (2002)
2.3
Pengertian Bentos
Bentos
adalah organisme air yang mendiami dasar perairan dan tinggal di dalam atau
pada sedimen dasar periran yang berperan penting dalam proses dekomposisi
dan ineralisasi material organik yang
memasuki periran (Cole, 1983). Berdasarkan
sifat hidupnya bentos dibedakan antara Fitobentos yaitu organisme bentos yang
bersifat tumbuhan dan zoobentos yaitu organisme bentos yang bersifat hewan (Barus, 2004).
Berdasarkan
letakanya bentos dapat dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu infauna dan
epifauna. Infauna adalah bentos yang hidupnya terpendam didalam substrat
perairan dengan cara menggali lubang, sebagian hidup tersebut sesil dan tinggal
di suatu tempat. Epifauna adalah bentos yang hidup di permukaan dasar perairan
yang bergerak dengan lambat diatas permukaan dari sedimen yang lunak atau
menempel dengan kuat pada substrat padat yang terdapat pada substrat dasar
perairan ( Barnes and Mann, 1994 ).
Bentos sering digunakan untuk menduga ketidak
keseimbangan lingkungan fisik, kimia dan biologi suatu periaran. Perairan yang
tercemar akan mempengaruhi kelangsungan hidup organisme suatu perairan,
diantaranya adalah makrozoobentos, karena makrozoobentos merupakan organism air
yang mudah terpengaruh oleh adanya bahan pencemar, baik fisik ataupun kimia
(Odum, 1994).
Menurut
Wilhm (1975) , biota akuatik yang dapat digunakan sebagai tolak ukur kualitas
lingkungan atas dasar kualitas hayati dan keanekaragaman hayati hendaknya
memiliki cirri-ciri sebagai berikut :
1. Harus memiliki kepekaan terhadap perubahan
lingkungan perairan dan responnya cepat.
2. Memiliki daur hidup yang kompleks
sepanjang tahun atau lebih dan apabila kondisi lingkungan melebihi batas
toleransinya biota tersebut akan mati.
3. Hidup sesil ( bentik ) dan tidak mudah
atau cepat bermigrasi.
Berdasarkan batas-batasan tersebut
diatas, kelompok biota akuatik yang baik digunakan sebagai indikator yaitu
salah satunya adalah bentos. Bentos memiliki tingkat kerentangan, kepekaan dan
keterbatasan gerak sehingga dapat digunakan sebagai bioindikator pencemaran
perairan.
2.4 Jenis
Bentos Diperairan
Pada umumnya bentos hidup sebagai suspension feeder, pemakan detritus, karnivor atau
sebagai pemakan plankton.
Berdasarkan cara makannya, makrobentos dikelompokkan menjadi 2.
·
Filter
feeder, yaitu hewan bentos yang mengambil makanan dengan menyaring air.
·
Deposit
feeder, yaitu hewan bentos yang mengambil makanan dalam substrat dasar.
Kelompok
pemakan bahan tersuspensi (filter feeder) umumnya tedapat dominan disubstrat
berpasir misalnya moluska-bivalva, beberapa jenis echinodermata dan crustacea.
Sedangkan pemakan deposit banyak tedapat pada substrat berlumpur seperti jenis
polychaeta.
Berdasarkan
keberadaannya di perairan, makrobentos digolongkan menjadi kelompok epifauna,
yaitu hewan bentos yang hidup melekat pada permukaan dasar perairan, sedangkan
hewan bentos yang hidup didalam dasar perairan disebut infauna. Tidak semua
hewan dasar hidup selamanya sebagai bentos pada stadia lanjut dalam siklus
hidupnya. Hewan bentos yang mendiami daerah dasar misalnya, kelas polychaeta,
echinodermata dan moluska mempunyai stadium larva yang seringkali ikut terambil
pada saat melakukan pengambilan contoh plankton.
Komunitas
bentos dapat juga dibedakan berdasarkan pergerakannya, yaitu kelompok hewan
bentos yang hidupnya menetap (bentos sesile), dan hewan bentos yang hidupnya
berpindah-pindah (motile). Hewan bentos yang hidup sesile seringkali digunakan
sebagai indikator kondisi perairan (Setyobudiandi, 1997).
Distribusi
bentos dalam ekonomi perairan alam mempunyai peranan penting dari segi aspek
kualitatif dan kuantitatif. Oleh karena
itu banyak jenis dari bentos di perairan dapat ditemukan. Untuk jenis-jenis
bentos tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. dibawah ini.
Tabel 2.
Jenis-jenis bentos dalam perairan
No.
|
Kelas
|
Ordo
|
Species
|
1.
|
NEMATODA
|
-
|
Daptotzemcr
duhium, B
Doryluinzus
stagnalis, B, R
Liniiiorner.mis
hostrychorles. R
Tohrilus
sp. (T. gracilis), B, R
|
2.
|
OLIGOCHAETA
|
-
|
Der.o
n'igitata, B, R,
Aulodr.ilus
plitriseta, R
A14lodi.il~rsp
igueti, B, R
Branchi~o-as
owerhyi. B, R.
Limnodri1u.s
c~lupuredriunusB, , R
L.
hcd'nzeistei.i, B, R,
Lin7nodi.ilir.s
pi.ofirtidicola, R
L.
udekernianus, R
Porumothri.~-b
avarici4s, B, R
P.
hammoniensis. B, R,
P.
heltsc'heri, B. R
Tithifefes
tuhife.~, R
Psunirnoryctides
hui.hc~tilB~,, R
R.
h l ~ h h o l z iR, ,
B.
appetidic~irlatc~
|
3.
|
CRUSTACEA
|
MACROTRICIDAE
|
1l.yoc.1.ypt~t.s~
o r d i d ~ lBs,. R,
|
CHIDORIDAE
|
Alona
affiinis, B
Alona
q~radrangltIai.isB,
Scccpho1ehei.i~
sp., B,
Leydigia
acanthoceiv,oides, B
Leydigia
leydigii, B
|
||
COPEPODA
|
Cyc,lops
.SI.>B., , R,
Diac,yc,lops
hicuspidarlrs, B
Eucyclops
srt.r-ularus, B
Mac
rocyc 1ops albidirs. B
Paracyc'lops
fimhriatus, B
|
||
OSTRACODA
|
Candona
neglecta, B
-'c,loc,ypris
oi3Ltnz. B
Cyprideis
toi.osa, B
1Iyocypr.i~h
radyi, B
Cypria
IÃrcit.sti.is, B
Darn3itzula
stei3erisoni
I1yoc.ypi.i.s
gihha, B
I.rocypcrs
heuut harnpi
|
||
GAMMARIDAE
|
Echinogammarus
pitngeris. B
|
||
HYDRACARINA
|
Ar.renurus
sirz~taror.B,
Nel
Neunzrrrzia
imitara, B
Uriionic.ola
crassipc.~, B
|
||
4.
|
INSECTA
|
EPHEMEROPTERA
|
Ephemera
glaucops. B
|
DIPTERA
|
|||
CHAOBORIDAE
|
Chuohor~~s,flavic.rrnBs.,
R.
|
||
CHIRONOMIDAE
|
Tanypus
punctiperrrris, B, R,
Ahlahesmyiu
sp., B, R
Cricotopus
( I . ) sylvestris, B, R,
Cricotopus
gr. hicinctus, B, R,
Cricotopus
gr. ,festivell~tsB,
Chironomu.~p
lumosus, B. R,
Ch.
nuditarsis, B, R,
Ch.
herrze/zsis, B, R,
Cludopelma
virescens, B, R,
Cryptochironomus
sp., B, R,
Cryptotendipes
sp., B, ,
Harnischia
sp., B. R,
Microchironomus
tener, B, R
Microtendipes
sp., B, R,
Purucludopelma
sp. B,
Paratendipes
sp., B
Polypedilum
spp., B, R,
Stictochironomus
maculipennis, B, R,
Cladotanytarsus
atridorsum, B, R,
Micropsectra
sp., R, S
Stempellina
sp., B, R,
Tanyrarsus
gr. lestagei, B.
A.
longistyla, R
Prodiamesa
ol i~uc eaR,
Parakiejferiella
hutophila, R
Ch.
halophilus, R.
S.
hisrrio,
S.
hisrrio, R
C.
mctncus, R
|
Sumber : Setyobudiandi,
1997.
2.5
Hubungan Bentos Pada Suatu Perairan
Kualitas air juga dapat dinilai dengan ketentuan sebagai berikut
(Triahadiningrum dan Tjodronegoro, 1998):
1. Air akan tergolong tidak tercemar, jika dan hanya terdapat
Trichoptera (Sericosmetidae, lepidosmatidae, glossosomatidae) dan planaria,
tanpa kehadiran jenis indikator yang terdapat pada kelas 2-6.
2. Air tergolong agak tercemar, tercemar ringan, tercemar, tercemar
agak berat dan sangat tercemar, bila terdapat salah satu atau campuran jenis
makro invertebrata indikator yang terdapat dalam kelompok kelas masing-masing.
3. Apabila makroinvertebrata terdiri atas campuran antara indikator
dari kelas yang berlainan, maka berlaku ketentuan berikut:
a.
Air dikategorikan sebagai agak tercemar
apabila terdapat campuran organisme indikator dari kelas 1 dan 2, atau dari
kela 1, 2 dan 3.
b.
Air
dikategorikan tercemar ringan apabila terdapat xampuran organisme indikator
dari kelas 3 dan 4 atau dari kelas 2, 3 dan 4.
c.
Air
dikategorikan sebagai tercemar apabila terdapat campuran organisme indikator
dari kelas 3 dan 4, atau dari kelas 3, 4 dan 5.
d.
Air
dikategorikan sebagai sangat tercemar apabila terdapat campuran organisme
indikator dari kelas 4 dan 5.
Dari perbandingan tingkat
tercemarnya suatu perairan maka dapat dilihat pada Tabel 3. Menunjukkan bahwa
tingkat keragaman makrozobentos di perairan dengan tingkat kecemarannya .
Tabel 3. Hubungan tingkat cemaran air dan makrozobentos
Tingkat Cemaran
|
Makrozoobentos
Indikator
|
1.
Tidak tercemar
|
Trichoptera
(Sericosmotide, Lepidosmatide, Glossosomatide); Planaria
|
2.
Tercemar Ringan
|
Plecoptera
(Perlidae, Peleodidae); Ephemeroptera (Laptophlebiidae, Pseudocloeon,
ecdyonuridae, Caebidae); Trichoptera (hydrpschydae, Psychomyidae); Odonanta
(Gomphidae, Plarycnematidae, Agriidae, Aeshnidae); Coleoptera (Elminthidae).
|
3.
Tercemar Sedang
|
Mollusca
(pulmonata, Bivalvia); Crustacea (Gammaridae); Odonanta (Libellulidae,
Cordulidae)
|
4.
Tercemar
|
Hirudinae
(Glossiphonidae, Hirudidae); Hemiptera
|
5.
Tercemar agak berat
|
Oligochaeta
(Ubificidae); Diptera (Chironomus thummi-plumosus); syrphidae
|
6.
Sangat tercemar
|
Tidak
terdapat makrozoobentos. Besar kemungkinan dijumpai lapisan bakteri yang
sangat toleran terhadap limbah organik (Sphaerotilus) di permukaan.
|
Sumber : Triahadiningrum dan Tjodronegoro, 1998.
2.6
Perkembangan Bentos di Perairan
Bentos sering digunakan untuk
menduga ketidakseimbangan lingkungan fisik, kimia dan biologi suatu perairan.
Perairan yang tercemar akan mempengaruhi kelangsungan hidup organisme perairan,
diantaranya adalah makrozoobentos, karena makrozoobentos merupakan organisme
air yang sudah terpengaruh olehaanya bahan pencemar, baik bahan pencemar kimia
maupun fisik (Odum, 1994), selanjutnya dijelaskan bahwa bentos dapat dijadikan
sebagia indicator biologis, berdasarkan pada:
Mobilitas terbatas sehingga memudahkan dalam pengambilan
sampel :
a)
Ukuran
tubuh relatif besar sehingga memudahkan untuk identifikasi.
b) Hidup di dasar perairan, relatif diam sehinggasecar
terus-menerus terdedah (exposed) oleh air sekitarnya.
c) Pendedahan yang terus menerus mengakibatkan
makrozoobentos dipengaruhi oleh keadaan lingkungan.
d) Perubahan lingkungan mempengaruhi keanekaragaman
makrozoobentos.
Perubahan beberapa parameter
kualitas air, cepat atau lambat akan diikuti oleh perubahan struktur komunitas
organisme di perairan tersebut. Wilhm (1975) mengemukakan bahwa, ada beberapa
anggota komunitas makrozoobentos yang mampu beradaptasi dengan perubahan-perubahan
lingkungan yang sangat ekstrim sekaligus. Organisme-organisme ini dapat
digolongkan sebagai indikator biologi perairan.
Indikator biologi merupakan atau komunitas organisme yang
kehadiranya atau prilakunya di alam berkorelasi dengan kondisi lingkungan,
sehingga dapat digunakan sebagai petunjuk kualitas lingkungan (Wiley, 1990 dalam Suriani, 2000). Abel (1989)
menetapkan beberapa persyaratan organisme air yang digunakan sebagai indikator
biologi untuk menduga tingkat pencemaran perairan, yaitu hidpnya relaif
menetap, jangka hidupnya panjang, dan mempunyai toleransi yang spesifik
terhadap lingkungan.
2.7 Metode Sosialisasi Persuatif Dalam Pemberdayaan
Masyarakat Menjadi Dokter Air
Pengelolaan
daerah aliran sungai (DAS) adalah upaya manusia dalam mengendalikan hubungan timbal
balik antara sumber daya alam dengan manusia di dalam daerah aliran sungain (DAS)
dan segala aktifitasnya, dengan tujuan membina kelestarian dan keserasian
ekosistem serta meningkatkan kemanfaatan sumber daya alam bagi manusia secara
berkelanjutan.
Istilah
pemberdayaan kelembagaan dengan demikian bisa dilihat dari segi sampai sejauh
mana kegiatan pengelolaan sumberdaya air masih sebatas menarik peran serta
masyarakat petani dan pelaku ekonomi pada kegiatan ditingkat “hilir”
(pemanfaatan lahan dan air), namun relatif sangat lemah dalam kegiatan “tengah”
(pemeliharaan) dan “hulu” (perbaikan dan pembangunan jaringan hidrologi dan
lahan).
Pranarka
dan Moeljarto (1996) menyebutkan bahwa istilah pemberdayaan adalah terjemahan
dari kata empowerment. Kata empowerment berasal dari kata dasar power dan selanjutnya bisa diartikan
sebagai an empowering atau being. Singkatnya, masyarakat yang
berpenghasilan rendah atau berada disekitar garis kemiskinan dapat digolongkan
sebagai masyarakat yang powerless (tidak
berdaya).
Metode Bentos
Development Training ini menerapkan sistem pelatihan kepada masyarakat
dengan memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang pengaruh bentos dalam
perairan. Karena kehadiran bentos dalam suatu perairan khususnya di daerah
aliran sungai ( DAS ) berarti memberikan sebuah informasi baru tentang
kaualitas kehidupan di perairan tersebut. Dalam tahap ini pula bentos mempunyai
peranan penting dalam menentukan keberlanjutan sumberdaya air di daerah aliran
sungai ( DAS ). Karena bentos sering digunakan untuk menduga ketidak
keseimbangan lingkungan fisik, kimia dan biologi suatu periaran. Perairan yang
tercemar akan mempengaruhi kelangsungan hidup organisme suatu perairan,
diantaranya adalah makrozoobentos, karena makrozoobentos merupakan organism air
yang mudah terpengaruh oleh adanya bahan pencemar, baik fisik ataupun kimia
(Odum, 1994).
Metode
Bentos Development Training dalam
memberdayakan Dokter Air di Indonesia adalah
sebuah kelembagaan untuk mengenalkan tentang pengelolaan konservasi sumberdaya air yang harus memperhatikan aspek penguatan
masyarakat madani (civil
society) di setiap jenjang
masyarakat, dari masyarakat
tingkat (berskala) kompleks atau (tingkat) nasional, masyarakat lintas sub-DAS
atau provinsi, kabupaten (terkait dengan
otonomi pemerintahan), desa dan komunal. Ada tiga alasan pokok
mengapa strategi pemberdayaan
kelembagaan ini dipilih, yaitu: Pertama, kondisi keuangan pemerintah saat ini tidak lagi dapat
dengan mudah berperan sebagai “pemain tunggal atau big boss” dalam
pengelolaan lahan dan air untuk pemantapan ketahanan pangan secara
nasional. Kedua, rentang kendali pengelolaan sumberdaya lahan dan air
secara terpusat (“sentralistik”) selama
ini terbukti tidak selamanya efektif dan efisien. Ketiga, sebagai sumberdaya
milik bersama (common property),
pengelolaan lahan dan air perlu diintegrasikan dalam penguatan civil society dan modal sosial, sehingga pengelolaan lahan
dan air dapat dijadikan bagian utama pemberdayaan dan transformasi masyarakat
di pedesaan.
Pada pengenalan tentang Bentos Development Training pula diharapkan seluruh komponen masyarakat khususnya
masyarakat yang berada di daerah aliran sungai (DAS) mampu mendapatkan sebuah
pengetahuan baru tentang bagaimana konservasi sumberdaya air dan
pengelolaannya. Dalam mekanisme kerja tentang Bentos Development Training dapat dilihat di lampiran 1.
BAB III
METODE
PENULISAN
3.1
Sifat Penulisan
Penulisan
karya tulis ini dilakukan melalui studi literatur yang bersifat deskriptif dan
paparan, yakni dengan menjelaskan kaitan antara bentos dan konservasi sumberdaya air
untuk pemberdayaan masyarakat menjadi Dokter Air.
3.2
Metode Pengambilan Data
Data
diambil dan dikumpulkan dari jurnal-jurnal Ilmiah, Pustaka penunjang, dan
Informasi dari internet.
3.3
Metode Analisis Data
Metode analisis
data pada karya tulis studi literatur ini dilakukan dengan mengelompokkan data-data
yang sesuai dengan variable dan tujuannya, kemudian dilanjutkan dengan
melakukan analisis data dan informasi dengan memberikan argumen melalui
kerangka berfikir logis yang dilakukan dengan dua metode, yaitu:
1. Metode deskriptif, dilakukan
dengan menganalisis data atau informasi
dengan memberikan prediksi gambaran mengenai masalah yang akan dibahas.
2. Metode deduktif, yaitu melalui
proses analisis data atau informasi dengan memberikan argumentasi logis yang
bertitik tolak dari pernyataan yang bersifat khusus berdasarkan teori dan
konsep.
BAB IV
ANALISIS
DAN SINTESIS
4.1 Mekanisme Perubahan Kualitas Air dan
Pengaruhnya Pada Bentos
Penyebaran bentos di suatu periran umum terkait dengan
keadaan lingkungan yang mempengaruhinya, diantaranya adalah kualitas air di
perairan tesebut. Penyebaran dan munculnya bentos memiliki karakteristiknya
sendiri tergantung pada kondisi lingkungannya. Keanekaragaman bentos ini
berbeda setiap jenis atau spesiesnya tergantung kondisi lingkungannya.
Kondisi lingkungan perairan, seperti substrat dasar
perairan yang berpasir dan berbatu, kandungan oksigen terlarut dalam air yang
cukup tinggi (6,48-7,46 mg/l), kandungan organik substrat sebagai sumber
nutrisi (0,04-6,07 %), pH air (7,35-7,56), dan suhu yang tidak terlalu rendah
dan tidak terlalu tinggi. Arthropoda menyukai habitat berbatu yang dan
berpasir, kandungan oksigen terlarut dalam air yang tinggi, serta pH air yang
normal. Menurut McCafferty (1983), beberapa mollusca dapat hidup atau berkembang dengan baik pada
berbagai jenis substrat yang memiliki ketersediaan nutrisi yang berlimpah,
kandungan oksigen terlarut dalam air tinggi dan pH air normal.
Filum plathyhelminthes yang didapatkan kerena kondisi
perairan yang kurang mendukung bagi kehidupan hewan ini, seperti kecepatan arus
yang tinggi dan kandungan oksigen yang cukup besar. Plathyhelmintes dapat
berkembang baik pada perairan yang memiliki kecepatan arus yang rendah.
Sedangkan annelida, terutama dari jenis Tibifex
lebih menyukai lingkungan perairan dengan kadar oksigen yang rendah, hal
ini sesuai dengan yang dinyatakan Sastrawijaya (1991), Tubifex banyak ditemukan pada perairan dengan kadar
oksigen yang rendah dan BOD yang cukup tinggi.
Tingginya tingkat kepadatan dari genus Heptagenia disebabkan kondisi lingkungan
perairan yang mendukung kelangsungan hidup genus Heptagenia tersebut, seperti
kondisi substrat berbatu, kandungan oksigen dalam air tinggi dan kecepata arus
yang cukup besar. Menurut McCafferty (1983), Heptagenia merupakan salah satu insekta yang mempunya habitat di
permukaan batu. Selain itu merupakan jenis yang mampu hidup dan beradaptasi
pada arus yang deras, dan kandungan oksigen terlarut yang tinggi.
4.2 Jenis – Jenis Permasalahannya Pada
Perubahan Kualitas Air
Perubahan kualitas air
di sungai menyebabkan perubahan komposisi komunitas makrozoobentos. Untuk itu
diperlukan suatu upaya pemantauan mengenai status kualitas air ini.
Berkembangnya kegiatan penduduk di Daerah Aliran Sungai (DAS), seperti
bertambahnya pemukiman penduduk, kegiatan industri rumah tangga, dan kegiatan
pertanian, dapat berpengaruh terhadap kualitas airnya, karena limbah yang
dihasilkan dari kegiatan penduduk tersebut dibuang langsung ke sungai.
Perkembangan industri yang semakin cepat, dan intensifikasi air irigasi akan
menyebabkan timbulnya berbagai permasalahan.
Adanya masukan
bahan-bahan terlarut yang dihasilkan oleh kegiatan penduduk di sekitar DAS
sampai pada batas-batas tertentu tidak akan menurunkan kualitas air sungai.
Namun demikian apabila beban masukan bahan-bahan terlarut tersebut melebihi
kemampuan sungai untuk membersihkan diri sendiri (self purification), maka
timbul permasalahan yang serius yaitu pencemaran perairan, sehingga berpengaruh
negatif terhadap kehidupan biota perairan dan kesehatan penduduk yang
memanfaatkan air sungai tersebut. Odum (1993) menjelaskan bahwa komponen biotik
dapat memberikan gambaran mengenai kondisi fisika, kimia, dan biologi dari
suatu perairan. Salah satu biota yang dapat digunakan sebagai parameter biologi
dalam menentukan kondisi suatu perairan adalah hewan makrobentos. Sebagai
organisme yang hidup di perairan, hewan makrobentos sangat peka terhadap
perubahan kualitas air tempat hidupnya sehingga akan berpengaruh terhadap
komposisi dan kelimpahannya. Hal ini tergantung pada toleransinya terhadap
perubahan lingkungan, sehingga organisme ini sering dipakai sebagai indicator
tingkat pencemaran suatu perairan.
4.3 Hubungan Antara Menurunnya Kualitas
Perairan dengan Bentos
Salah
satu permasalahan yang ada saat ini adalah semakin menurunnya kualitas air
sejalan dengan makin meningkatnya berbagai kegiatan penduduk di sepanjang DAS.
Penurunan kualitas air Sungai Brantas ini selain diakibatkan
oleh pencemaran alami
seperti terjadinya erosi dan limbah pertanian juga dikarenakan oleh adanya
bahan-bahan organik berupa limbah dari penduduk sepanjang DAS serta aliran masuk lainnya
yang turut mempengaruhi kualitas air. Penambahan bahan
organik maupun anorganik berupa limbah ke dalam perairan selain akan mengubah susunan kimia air,
juga akan
mempengaruhi sifat-sifat biologi dari perairan tersebut. Banyaknya bahan organik
di dalam perairan
akan menyebabkan menurunnya kadar oksigen terlarut di dalam perairan dan
jika keadaan ini berlangsung lama akan menyebabkan perairan menjadi anaerob, sehingga
organisme aerob akan mati. Selain itu diketahui juga bahwa banyak senyawa
organic yang bersifat
toksik seperti fenol, pestisida, surfaktan, dan lain-lain dapat menimbulkan kematian
organisme seperti plankton, bentos dan ikan.
Makrozoobentos
terdapat diseluruh badan sungai mulai dari hulu sampai ke
hilir. Dengan keberadaan
makrobentos yang hidupnya menetap dengan waktu yang
relative lama, maka
makrobentos ini dapat digunakan untuk menduga status suatu perairan. Penggunaan
makrobentos sebagai penduga kualitas air dapat digunakan untuk kepentingan
pendugaan pencemaran baik yang berasal dari point source pollution maupun
diffuse source
pollution. Bertitik tolak dari pemikiran tersebut, maka penelitian ini perlu untuk dilakukan. Melalui
serangkaian pengamatan, pengukuran sifat fisika-kimia air dan keanekaragaman
jenis hewan makrozoobentos,
dapat ditentukan status kualitas perairan. Data yang diperoleh
diharapkan dapat bermanfaat sebagai masukan bagi Pemerintah Daerah dalam
perencanaan pembangunan dan pengendalian pencemaran
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
·
Daerah aliran
sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai
dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan
air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang
batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan
daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
·
Bentos adalah organisme
air yang mendiami dasar perairan dan tinggal di dalam atau pada sedimen dasar
periran yang berperan penting dalam proses dekomposisi dan ineralisasi material organik yang memasuki
periran (Cole, 1983).
·
Perubahan
beberapa parameter kualitas air, cepat atau lambat akan diikuti oleh perubahan
struktur komunitas organisme di perairan tersebut. Wilhm (1975) mengemukakan bahwa,
ada beberapa anggota komunitas makrozoobentos yang mampu beradaptasi dengan
perubahan-perubahan lingkungan yang sangat ekstrim sekaligus.
Organisme-organisme ini dapat digolongkan sebagai indikator biologi perairan.
·
Pranarka dan
Moeljarto (1996) menyebutkan bahwa istilah pemberdayaan adalah terjemahan dari
kata empowerment. Kata empowerment berasal dari kata dasar power dan selanjutnya bisa diartikan
sebagai an empowering atau being. Singkatnya, masyarakat yang
berpenghasilan rendah atau berada disekitar garis kemiskinan dapat digolongkan
sebagai masyarakat yang powerless (tidak
berdaya).
·
Metode
Bentos Development Training yaitu
menerapkan sistem pelatihan kepada masyarakat dengan memberikan pengetahuan
kepada masyarakat tentang pengaruh bentos dalam perairan.
·
Metode
Bentos Development Training dalam
memberdayakan Dokter Air di Indonesia
adalah sebuah kelembagaan untuk mengenalkan tentang pengelolaan konservasi sumberdaya air yang harus memperhatikan aspek penguatan
masyarakat madani (civil
society) di setiap jenjang
masyarakat
5.2 Saran
Saran dari penulisan ini, setelah
menganalisa dari data yang di peroleh, untuk memberdayakan masyarakat menjadi Dokter Air, maka perlu kiranya sebuah penguatan masyarakat madani (civil society) di setiap jenjang masyarakat,
dari masyarakat tingkat (berskala) kompleks atau (tingkat) nasional. Selain itu, pemerintah diharapkan tidak lagi
jadi pemain tunggal atau big
boss dalam pengelolaan lahan dan air untuk pemantapan ketahanan pangan secara
nasional. Tapi pemerintah diharapkan menjadi satu dan bersama dalam
membangun sumberdaya air di Indonesia dalam mencapai cita-cita bersama yang di
inginkan.
DAFTAR
PUSTAKA
Abel. P.D 1989. Water pollution
biology. John Wiley and Soons. New York. 231.
Alaerts, G. dan Santika, S.S. 1987. Metode Penelitian Air.
Penerbit Usaha Nasional. Surabaya.
Bappedal Jateng. 2002. Laporan Akhir, Penyusunan Profil Lingkungan
DAS Babon di Jawa Tengah. Semarang.
Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan. Program
Studi Biologi USU FMIPA. Medan.
Barus, T. A. 2004. Faktor-Faktor Lingkungan Abiotik Dan
Keanekaragaman Plankton Sebagai Indikator Kualitas Perairan Danau Toba. Journal
Mahasiswa Dan Lingkungan XI: 61-70.
Barus, T. A. 2005. Peranan Kelembagaan Dan Pendidikan Lingkungan Dalam Pengelolaan
Ekosistem Danau Toba. Nur Edukasi. Jurnal Ilmuah Pendidikan II:6.
Barnes, R,S.K & K. H. Mann. 1994. Fundamental of aquatic ecology. Backwell
Scientific Publication. Oxford. Hlm 13, 14.
Cole, G.A. 1983. Buku
Teks Limnologi. Dewan Bahasa Dan Pustaka Kementrian Pendidikan Malaysia,
Kuala Lumpur. Hlm 73-78.
Hutchison, G. E. 1993. A. Treatise on limnology (Zoobenthons). Vol IV. New York: Jhon Wiley
And Sons Inc. P. 153.
Mccafferty, W. P. 1983. Aquatic Entomology. Boston: Jones & Bartlett Publishers, Inc.
Pp. 98-102.
Nurmayanti.
2002. Kontribusi Limbah domestik terhadap Kualitas Air Kaligarang Semarang. Program
Pasca Sarjana Universitas Gajahmada. Yogyakarta.
Pranarka, A.M.W. dan V. Moeljarto. 1996. Pemberdayaan (Empowerment) dalam Pemberdayaan:
Konsep, Kebijakan dan Implementasi ( Penyunting O.S Prijono dan A.M.W Pranarka
) Centre For Strategic For International Studies . Jakarta
Odum, E.P. 1993. Dasar-Dasar
Ekologi. Edisi Ketiga. Alih Bahasa : Samingan, T. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Odum, E.P. 1994. Dasar-Dasar
Ekologi. Edisi Ketiga.
Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta (Penerjemah Tjahjono Samingar). Hlm.
370, 374-375, 386.
Riyadi, S. 1984. Pencemaran Air. Karya Anda,
Surabaya.
Sumarno. 2000. Degradasi Lingkungan. Hand Out Kuliah. Magister Ilmu Lingkungan, UNDIP. Semarang
Suriawiria, Unus. 1996. Air dalam Kehidupan
dan Lingkungan yang Sehat. Penerbit
Alumni. Bandung.
Suriani, N.L. 2000. Tingkat Pencemaran Air Sungai Bandung Bagian Hilir Ditinjau Dari Sifat
Fisika-Kimia Dan Jenis Hewan Makrozobentosdi Denpasar Selatan, Bali.
Program, Pascaserjana Institute Pertanian Bogor. Bogor. 60 H
Sastrawijaya. 1991.
Pencemaran Lingkungan.
PT. Rineka Cipta; Jakarta.
Setyobudiandi, I. 1997. Makrozoobentos.
Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Trihadiningrum, Y. & I. Tjondronegoro. 1998. Makroinvertebrata Sebagai Bioindikator
Pencernaan Badan Air Tawar Di Indonesia : Lingkungan & Pembangunan 18
(1): 45 – 60.
UUD RI. 2004. Sumberdaya Air. Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Negara Republik Indonesia Nomor 4377. Jakarta.
Wilhm, J.L.
1975. Biological indicators of pollution.
P: 375-402. In. B.A. Whitton (ed) River Ecology Blackweel scientific
Publication. Oxpord. 725 h